Hujan di Hari Minggu
Hujan yang mengguyur pinggiran kotaku tak kunjung reda juga. Sudah sejak pagi hujan ini menari memainkan tetesan-tetesannya di sini. Pikirku mungkin setengah sampai satu jam lagi sudah ia sudah pulang.
Aku duduk di samping pria ini. Matanya sejak tadi fokus melihat layar gepeng di meja. Sesekali ia melebarkan senyum manisnya. Bahkan sesekali ku dengar cekikikannya yang merdu. Hal itu membuat film yang sedang diputar cemburu karena aku lebih memilih untuk memperhatikan senyum manis pria ini.
"Jam berapa nanti?" tanyaku saat tawanya sudah mereda.
"Sebelum maghrib?".
Aku menengok ke arah jendela. Hujan masih belum reda. Sepertinya bukan aku saja yang ingin menghalangi pria ini untuk kembali.
Aku menyandarkan kepalaku ke pundaknya. Nyaman. Hanya itu yang aku rasakan. Entah kapan lagi aku bisa merasakan kenyamanan seperti ini.
"Kalau masih hujan bagaimana?".
Sangat ingin ku jawab kalau ia tidak perlu kembali hari ini. Boleh minggu depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan. Tergantung rasa rinduku sudah penuh atau belum. Sayangnya sampai kapanpun memang tidak bisa penuh.
"Tidak usah kembali. Di sini saja,".
Ia merekahkan senyumnya lalu mencium keningku sekilas. Aku bisa merasakan dari ciuman itu kalau sebenarnya ia ingin. Ah, aku harap ia bisa melakukan itu sekarang.
Sayang hujan tidak menghalanginya untuk kembali. Kini kami sedang berada di tempat yang aku suka sekaligus aku benci.
Aku berharap waktu bisa berhenti sekarang. Sayangnya aku hidup di dimensi yang nyata. Kini besi berjalan itu sudah membawa priaku kembali.
Ternyata hujan juga belum berhenti. Namun mereka tidak hanya menari. Mereka lebih mengejekku karena di dalam juga ada hujan yang sedang menari.
Komentar
Posting Komentar